AJI Jember Minta Tinjau Ulang HPN

20 jurnalis di Manado gelar Aksi demo tolak HPN, Sabtu (9/2/2013) (foto: ist)
20 jurnalis di Manado gelar Aksi demo tolak HPN, Sabtu (9/2/2013) (foto: ist)

JEMBER – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jember tidak mau terlibat peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Kabupaten Jember maupun di kota-kota lain yang jatuh pada 9 Februari.

“AJI Jember dan juga AJI Kota seluruh Indonesia menilai tidak ada dasar kuat pada tanggal 9 Februari sebagai HPN, karena sebenarnya tanggal itu
adalah hari lahir organisasi wartawan PWI (9 februari 1946),” tegas Ika Ningtyas, Ketua AJI Jember dalam rilis yang diterima ajisurabaya.org, Sabtu (9/2/2013).

Dalam rilisnya Ika membeberkan tiga fakta sejarah yang menjadi landasan tidak relevannya tanggal tersebut sebagai HPN.

Pertama, penetapan Hari Pers Nasional diputuskan melalui Surat Keputusan Presiden No. 5/1985. Jadi, peringatan Hari Pers Nasional ternyata baru dimulai pada tahun 1985. Padahal, kebangkitan pers nasional sudah berlangsung ratusan tahun sebelumnya. Pada tahun 1744-1746 terbit koran Bataviasche Nouvelles di Jakarta. Kemudian pada tahun 1900, Abdul Rivai sudah menerbitkan koran berbahasa melayu, Pewarta Wolanda. Lalu, pada tahun     1902,  Abdul Rivai kembali menerbitkan koran berhasa Melayu: Bintang Hindia. Berikutnya, Koran Medan Prijaji, yang dinahkodai oleh Tirto Adhi Suryo terbit 1 Januari 1907.

Kedua, ditetapkannya hari lahir PWI sebagai HPN saat itu juga sarat kepentingan kekuasaan. Pemerintah menetapkan 9 Februari sebagai HPN atas lobi-lobi Menteri Penerangan, Harmoko, yang juga menjabat Ketua Umum PWI. Saat Orde Baru, PWI menjadi satu-satunya organisasi wartawan dan menjadi alat kekuasaan untuk membungkam kemerdekaan pers.

Ketiga, dalam sejarah, PWI bukanlah organisasi wartawan pertama di Indonesia. Pada tahun 1914, Mas Marco Kartodikromo sudah mendirikan Inlandsche Journalisten Bond (IJB). Organisasi wartawan lain sebelum PWI adalah Sarekat Journalists Asia (1925), Perkumpulan Kaoem Journalists (1931),    dan Persatoean Djurnalis Indonesia (1940).

“Atas dasar itu, AJI kota Jember mendesak pemerintah dan Dewan Pers untuk mengkaji ulang sekaligus merevisi penetapan Hari Pers Nasional sesuai fakta sejarah yang benar,” tandas Ika.