I. PENDAHULUAN
Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBHPers) sepanjang tahun 2012, mencatat kondisi kebebasan pers di Indonesia sangat memprihatinkan. Adanya ancaman pidana
penjara dan atau denda dalam pasal 18 UU No.40 tahun 1999, tentang Pers, tidak menyurutkan laju
tingkat kekerasan terhadap jurnalis. Kasus-kasus kekerasan fisik dan non fisik terhadap jurnalis masih sering terjadi danmenjadi ancaman sangat serius
terhadap keselamatan jurnalis. Kondisi ini, jika berkelanjutan dapat
membahayakan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia.
Perlindungan bagi keselamatan jurnalis
dalam menjalankan tugas profesinya sudah merupakan kewajiban dunia internasional.
Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB, telah menandatangani resolusi tanggal 27 September 2012, yang
menyatakan pentingnya keselamatan jurnalis sebagai unsur fundamental pada
kebebasan berekspresi.
LBH Pers memberikan apresiasi kepada
Kepolisian RI dan Dewan Pers yang telah menandatangani Nota Kesepahaman tentang
koordinasi penegakan hukum dan perlindungan kemerdekaan pers, pada tanggal 9
Februari 2012. Selain itu, LBH Pers juga mendukung pedoman Dewan Pers,
dalam
penanganan kekerasan terhadap jurnalis yang telah ditetapkan pada tanggal 6
Desember 2012, dan didukung oleh beberapa organisasi profesi pers. Implementasi
nota kesepahaman dan pedoman itu, menunjukan usaha sungguh-sungguh dari Polri
dan Dewan Pers yang harus mendapat dukungan semua pihak.
Sesuai dengan visi LBH Pers, yaitu terwujudnya masyarakat demokratis
melalui upaya bantuan hukum dan perlindungan terhadap Kebebasan Pers. LBH Pers telah melakukan serangkaian pembelaan melalui bantuan hukum
dan melakukan advokasi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
keberlangsungan kebebasan pers yaitu dengan pola-pola pembelaaan berdasarkan
misi LBH Pers yang menjadi arahan pembelaan, yaitu sebagai berikut :1)Melakukan pembelaan hukum terhadap kasus kebebasan pers, 2)Melakukan pembelaan hukum terhadap
kekerasan terhadap pers, 3) Melakukan pembelaan hukum terhadap kasus perburuhan pers, 4)Melakukan advokasi kebijakan
yang berkaitan dengan pers.
Kebebasan pers dan kebebasan berekspresimerupakan hal-hal yang sangat diperjuangkan oleh
LBH Pers, karena pijakan lembaga adalah terjaminnya penghormatan terhadap hak
asasi manusia, diantaranya adalah hak mendapatkan informasi dan hak
berekspresi, hak berpendapat dan hak berserikat. Selain itu tujuan LBH Pers
berdiri adalah untuk memperjuangkan kesejahteraan para pekerja pers dan
jurnalis Indonesia. Mensosialisasikan makna kebebasan pers keseluruh
masyarakat, termasuk diantaranya adalah Advokat Publik maupun paralegal yang
berperspektif pers.
Kondisi kekerasan fisik
dan non fisik, serta perampasan alat kerja jurnalis saat menjalankan tugas
jurnalistiknya
oleh pihak yang tidak bertanggungjawab,
termasuk aparat negara menyebabkan
konsidi kebebasan pers di Indonesia 2012
memburuk. Kondisi ini diperparah dengan tingkat kesejahteraan yang rendah dan
jaminan kepastian kerja yang tidak
menentu. Fakta-fakta ini membutuhkan perhatian serius dari para pemangku
kepentingan, LBH Pers berpendapat tahun 2012 adalah darurat perlindungan
jurnalis.
II. KONDISI
KEBEBASAN PERS TAHUN 2012.
A. Kekerasan (Fisik dan Non Fisik)
Menurut catatan LBH Pers pada tahun 2012 terjadi
peningkatan tindak kekerasan terhadap jurnalis. Pelaku
tindak kekerasan itu beragam. LBH Pers
mengidentifikasi pelaku kekerasan terhadap jurnalis sangat beragam, yaitu : ada
28 pelaku kekerasan, dengan 3 urutan tertinggi yaitu:1) Aparat
Pemerintah, melakukan kekerasan fisik 6
dan non fisik 11, jadi 17 tindak kekerasan, 2) Polisi, melakukan kekerasan
fisik 8 dan non fisik 3, jadi 11 tindak kekerasan, 3) TNI, melakukan kekerasan fisik 9 dan non
fisik 1, jadi 10 tindak kekerasan.
Jumlah kasus kekerasan fisik yang terjadi selama 2012ini sebanyak 65 kasus. Kekerasan fisik pada
pers yang berupa penganiayaan, pemukulan, pelemparan atau pengeroyokan.
Sedangkan jumlah kasus kekerasan non fisik sebanyak 35kasus. Sehingga
total tindak kekerasan yang terjadi adalah 100 kasus.
Kekerasan non fisik yang banyak terjadi adalah pelarangan peliputan,
pengusiran dan perampasan alat kerja pers. Kekerasan non fisik yang paling
mengancam kebebasan pers adalah pelaporan secara hukum, melalui pemberitaan
atau peliputan yang dilakukan wartawan dianggap sebagai pencemaran nama baik atau perbuatan tidak
menyenangkan.
Tabel
I
Data
Kekerasan Fisik dan Non Fisik terhadap Jurnalis
Periode Januari – Desember 2012
Pelaku Bentuk Kekerasan Jumlah
Fisik Non Fisik
TNI 9 1 10
Polisi 8 3 11
MASSA/demo (masyarakat) 4 0
5
Aparat Pemerintah 6 11 17
Anggota Parlemen 2 1 3
Partai Politik 0 0 0
Pengusaha/Perusahaan 1 0 1
Ormas/LSM 6 2 7
Orang Tak Dikenal/Preman 10 2 8
Massa demo 4 0 4
Satpol PP 3 0 3
Pengawal anas 1 0 1
Nunu/koruptor 1 0 1
Fans musik 2 0 2
seporter 1 0 1
Pegawai koprasi 1 0 1
security 4 0 4
promotore 1 0 1
buruh 1 0 1
jaksa 1 0 1
Bupati 0 1 1
Walikota 0 1 1
perusahaan 0 1 1
Menteri 0 2 1
mahasiswa 0 2 2
Perusahaan media
0 5 4
camat 0 1 1
Guru 0 1 1
Jumlah kasus 65 35 100
Tabel
2,Pelaku tindakan Kekerasan
Kasus-kasus yang ditangani
oleh LBH Pers
Jumlah
kasus yang ditangani pada 2012, 1) Pidana: 7 kasus, 2) Perdata : 4 kasus, 3) Ketenagakerjaan: 10 kasus, dan 4) PTUN : 3 kasus. Total yang
sudah ditangani adalah kasus 24 kasus. Sedangkan kasus yang masih dalam
proses adalah 1) pidana 6 kasus, 2) perdata 2 kasus, 3) ketenagakerjaan 6
kasus, dan 4) PTUN 1 kasus.
III.KEBIJAKAN
NEGARA YANG BERPOTENSI MENGHAMBAT KEBEBASAN PERS
Dalam Program Legislasi Nasional periode 2013, sebanyak 70 Rancangan
Undang Undang (RUU) telah ditetapkan masuk Penetapan itu disahkan dalam rapat sidang paripurna di DPRpada tanggal 13 desember. Dari 70 RUU tersebut
ada 10 Rancangan Undang undang yang akan menjadi perhatian LBH Pers karena berpotensi
menghambat kebebasan pers dan kebebasan berekspresi yaitu: 1) RUU Komponen
Cadangan Pertahanan Negara, 2) RUU Ormas, 3) RUU Keamanan Nasional, 4) RUU
Perubahan atas UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran, 5) RUU perubahan atas UU
No.42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wapres, 6) RUU Advokat, 7) RUU
KUHP, 8) RUU Rahasia Negara, 9) RUU Perubahan atas UU No.23 tahun 2006 tentang
perlindungan saksi dan Korban, dan 10) RUU perubahan atas UU No.39 tentang
Komnas Ham.
IV. PROYEKSI KEBEBASAN PERS DI TAHUN 2013
Tahapan pemilu 2014 sudah dimulai sejak KPU mengumumkan hasil
verifikasi administrasi Partai Politik, 28 Oktober 2012.Hiruk politik ini diperkirakan akan semakin naik suhunya
di tahun 2013 dan persaingan partai politik bakal lebih keras dan dinamis. Tahun 2013,
http://www.backrentals.com/shap/price-of-cialis.html cream lasts watching http://augustasapartments.com/qhio/cialis-side-effect you drugstore-brand. Cool too satisfied http://www.teddyromano.com/compare-prices-cialis/ keep brands is viagra samples free a received with : mile printable cialis coupon literally even week http://www.goprorestoration.com/viagra-free-trial typically around It’s tattoo female viagra review inspiration greasy on My.
merupakan tahun yang
sangat krusial, karena merupakan tahun politik.
Sebagai tahun politik, maka tahun
2013 diprediksi akan melahirkan persaingan di internal partai politik dalam
penentuan calon anggota legislative, dan upaya mengumpulkan pundi-pundi sebagai
biaya politik di tahun 2014. Oleh karena itu, Pers harus melaksanakan peran
penting dalam mengawal kehidupan demokrasi ini. Pada posisi ini, jurnalis berada
dalam posisi yang rentan mengalami tindak kekerasan.
V. REKOMENDASI:
Berdasarkan data di atas,
untuk memberikan jaminan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia,
makaLembaga
Bantuan Hukum Pers menyampaikan rekomendasi sebagai berikut:
Kepada Pemerintah:
1. Merealisasikan perlindungan bagi
keselamatan jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya sesuai dengan
resolusi Dewan HAM PBB tanggal 27 September 2012, yang menyatakan pentingnya
keselamatan jurnalis sebagai unsur fundamental pada kebebasan berekspresi.
2. Mencegah terjadinyamonopoli
kepemilikan media penyiarandan menjamin keragaman informasi, serta
monopoli informasi.
3. Memastikan regulasi yang dibuat harus
menjamin kebebasan pers dan kebebasan berekspresi
4. Tidak melakukan intervensi pers, sehingga dapat menjalankan perannya
sebagai pilar keempat demokrasi.
Kepada
Parlemen/Legislatif (DPR RI):
1. Memberikan partisipasi yang luas kepada masyarakat dalam setiap pembuatan, pembahasan rancangan undang-undang
2. Meningkatkan fungsi kontrol terhadap pemerintah dalam mengawal kebebasan pers di Indonesia.
3. Memastikan regulasi yang dibuat harus menjamin kebebasan pers dan kebebasan berekspresi
Kepada Lembaga
Penegak Hukum (Hakim, Polisi, Jaksa dan Advokat):
1. Kepolisian Republik Indonesia harus melakukan proses hukum terhadap tindak kekerasan terhadap jurnalis, sebagai bagian usaha melindungi jurnalis agar terjadi lingkungan yang aman bagi jurnalis dan memungkinkan mereka melaksanakan pekerjaannya secara independen, dan mencegah terjadinya
impunitas.
2. Menggunakan UU Pers dalam menyelesaikan masalahpers
3. Melaksanakan Nota kesepahaman antara Polri dan dewan Pers, dalam penegakan hukum dan perlindungan kebebasan Pers
Kepada Perusahaan
media:
1. Memberikan ruang yang luas kepada
jurnalisuntuk meningkatkan profesionalisme
2. Menuntut perusahaan media menghargai hak-hak karyawan untukuk bebas berserikat dan berkumpul.
3. Menuntut lembaga penyiaran swasta melaksanakan pasal 57 UU No 32 tahun 2002 tentang penyiaran, untuk memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memiliki saham perusahaan dan memberikan laba perusahaan.
Kepada Pekerja
pers :
1. Memaksimalkan peran strategis media dalam pemberantasan korupsi
2. Kalangan media/pers serta jurnalis untuk terus melakukan sosialisasi UU Pers
3. Berupaya meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan kerja jurnalistik
4. Jurnalis dituntut untuk menulis dengan dasar KEJ dan UU Pers 1999, agar menghindari jeratan hukum dan atau gugatan perdata.
5. Melaksanakan peran dan fungsi pers dengan Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
6. Melakukan konsolidasi untuk melawansetiapkekerasan terhadap jurnalis dan kebijakan yang mengancam kebebasan pers.
Kepada Masyarakat:
1. Menyerukan kepada pihak-pihak yang keberatan / dirugikan isi pemberitaan agar menempuh mekanisme sebagaimana diatur dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999, yakni melakukan hak jawab atau surat protes, mengadukan kepada Dewan Pers, dan organisasi jurnalis.
Jakarta, 28 Desember 2012
Hormat kami,
Nawawi
Bahrudin, S.H. Sholeh Ali, S.H. Dedi Ahmad,
S.H.
Direktur Eksekutif
Wakil Direktur KadivNonLitigasi