Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama pihak swasta menggelar rapid test (tes cepat) Covid-19 untuk kalangan wartawan. Rapid test ini didaftarkan melalui formulir daring, dan pengaturan jadwal tes yang disediakan oleh sebuah aplikasi kesehatan. Hal serupa juga dilakukan oleh partai politik, yang memberi tes cepat Covid-19 untuk kalangan wartawan.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menilai, kebijakan tes cepat untuk kalangan wartawan merupakan sebuah pengistimewaan atau privilese, padahal Covid-19 bisa menyerang siapa saja, tidak memandang suku, agama, ras, termasuk profesi seperti wartawan.
Mengamati hal itu, AJI Jakarta menyatakan sikap:
1. Jangan memberikan privilese bagi wartawan untuk mengikuti tes cepat Covid-19. Tes cepat seharusnya mengacu pada klaster penyebaran virus korona, termasuk harus mengacu pada status Orang Dalam Pemantauan (ODP).
2. Tes cepat Covid-19 menggunakan darah juga hanya mengukur antibodi sampel, dan rentan terhadap negatif palsu, karena tidak dapat mendeteksi antibodi pada tahap awal infeksi. Berdasarkan data rujukan, tes yang paling efisien seharusnya menggunakan tes Polymerase Chain Reaction (PCR).
3. Tes secara massal yang digelar juga harus mengacu protokol Covid-19 seperti menjaga jarak. Jika tidak mengacu pada protokol Covid-19, maka yang sehat dan datang ke tempat tes massal juga berpotensi tertular virus korona.
Aliansi Jurnalis Independen bersama Komite Keselamatan Jurnalis serta Jurnalis Krisis dan Bencana telah mengeluarkan Buku Protokol Keamanan Liputan dan Pemberitaan Covid-19. Buku dapat diunduh di bit.ly/PanduanCovid19Jurnalis.
Narahubung:
Asnil Bambani, Ketua AJI Jakarta
+6281374439365
Afwan Purwanto, Sekretaris AJI Jakarta
+62 819 4103291