Citizen Journalism: Meningkatkan Demokrasi Kerakyatan

“Dulu saya bawa parang, sekarang bawa HP,” kata Adrianus Adam Tekot, Kepala Adat Dayak Kanayatn atau Timanggung Binua Sui Manur, Dusun Ampaning, Desa Sungai Enau, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, ketika bercerita mengenai saat komunitas adatnya mengokupasi kawasan pembibitan PT Bumi Pratama Khatulistiwa (BPK).

Adrianus dan warga adatnya sudah sejak 1998 menuntut keadilan setelah lahan milik adat seluas 459,21 hektar “diambil” dengan mengganti Rp 175.000 per hektar dan dijadikan lahan kebun sawit PT BPK. Demo, melobi, dan berbagai perlawanan Adrianus dan warga adatnya lebih dari 10 tahun tidak membuahkan hasil.

Tahun 2011, RuaiTV (http://ruai.tv/) membuat model citizen journalisme. Adrianus dan warga Ampaning mengikuti pelatihan dua hari agar bisa melapor ke RuaiTV melalui RuaiSMS. Singkat cerita, awal tahun 2012, PT BPK memberikan hak berupa lahan plasma bagi warga sekitar lahan perkebunan PT BPK yang ingin berkebun dan uang ganti kepada keluarga yang tidak ingin berkebun.

“Sudah berkali-kali panen. Panenan di atas 100 ton per bulan. Sudah dua tahun dikelola kelompok tani Dian Kasih dan Batuah Raya,” cerita Adrianus, di awal 2019. Adrianus cerita dua kelompok tani mengelola lahan plasma sawit seluas 98,25 ha yang mulai ditanam tahun 2012. Satu hektar bisa menghasilkan uang Rp 300.000 – Rp 500.000, kata Adrianus.

Cerita Adrianus itu adalah cerita keberhasilan program citizen journalism RuaiTV di Kalbar.

Citizen Journalists

Istilah citizen journalism – kebanyakan media menjerjemahkannya menjadi jurnalisme warga – sudah umum digunakan terutama oleh media-media arus utama. Harian Kompas punya Kompasiana (, Tempo punya Indonesiana, kelompok media daerah Grup Kompas Gramedia – Tribun – punya artikel citizen reporter (http://www.tribunnews.com/tribunners/2010/05/21/berbagi-info-di-citizen-reporter). Istilah citizen journalism mulai muncul ketika teknologi informasi maju pesat, sehingga siapa pun bisa menyebarkan informasi – atau “berita.” Stasiun televisi juga punya program citizen journalism.

Bahkan, para blogger – penulis yang mempublikasikan sendiri tulisan mereka di Internet – juga menyebut diri mereka sebagai citizen journalist.

Pertanyaannya, bagaimana konsumen media mengonsumsi produk yang dilabel sebagai produk citizen journalism?

Kalau menyimak produk “jurnalis warga” media arus utama – institusi media yang punya otoritas menghasilkan berita – produknya adalah yang diproduksi oleh warga biasa, diedit oleh editor – termasuk berita video di stasiun televisi. Sebagian besar isinya bias. Media arus utama melihat model “jurnalis warga” adalah content gratis dan upaya merangkul pelanggan.

Model citizen journalism yang dikembangkan RuaiTV – dan kemudian oleh Tempo (TempoSMS – https://indonesiana.tempo.co/kanal/temposms/), berbeda.

Model citizen journalism RuaiSMS dan TempoSMS berawal dari keresahan praktik umum media arus utama. Media arus utama hanya melayani kurang lebih 30% populasi di puncak piramida sosial penduduk. Media arus utama hanya melayani mereka yang memiliki daya beli tinggi, mereka yang tinggal di kota-kota. Praktik “jurnalisme warga” media arus utama juga nyatanya melayani mereka yang berada di puncak piramida sosial penduduk.

Mereka yang berada di dasar piramida – mereka yang miskin, tinggal jauh dari hiruk-pikuk kota besar, mereka yang tinggal di desa-desa dekat hutan, masyarakat adat yang termarjinal dari tanah adat mereka sendiri seperti Adrianus – tidak pernah menjadi target sasaran mereka. Mereka yang di dasar piramida juga tidak pernah mengonsumsi produk media arus utama. RuaiTV dan Tempo membuka akses kepada mereka yang termarjinalisasi oleh media arus utama.

Demokrasi Kerakyatan

Fackson Banda (2010) – dari hasil penelitiannya mengenai praktik citizen journalism di Afrika – melihat media harus memahami kalau citizen journalism memiliki nilai demokrasi. Banda mengevaluasi praktik citizen journalism dengan melihat apakah responden melihat kalau citizen journalism meningkatkan aspek demokrasi kerakyatan (democratic citizenship).

Ada tujuh aspek demokrasi kerakyatan (aspects of democratic citizenship) yaitu:

  1. Ownership of communication channels – kepemilikan saluran komunikasi
  2. civic participation – partisipasi warganegara
  3. power to hold public officials to transparency and accountability – kekuatan memaksa pelayan publik menjadi transparan dan bertanggung jawab
  4. Access and accessibility – akses dan aksesibilitas – misalnya perempuan tidak memiliki akses Internet yang cukup dibandingkan laki-laki
  5. Deliberation or thoughtful debate among citizens – musyawarah atau perdebatan yang bijaksana antar-warga
  6. Decision-making or action by citizen – pengambilan keputusan atau aksi oleh warga, misalnya pengambilan suara dari hasil debat
  7. Interactivity – interaktivitas – apakah interaktivitas antar-warga sebagai individu maupun dengan lembaga (pemerintah atau korporat)

Model citizen journaism RuaiSMS dan TempoSMS mencoba meningkatkan tujuh aspek demokrasi kerakyatan – mencoba mengembalikan demokrasi pada rakyat. Contohnya, mereka yang sudah dilatih oleh RuaiSMS maupun TempoSMS (pelatihan sebagai syarat bisa mengirim informasi ke RuaiSMS atau TempoSMS), bisa memanfaatkan saluran komunikasi atau mereka memiliki saluran komunikasi ke RuaiTV atau Tempo (aspek no 1).

RuaiSMS dan TempoSMS menjadi ajang partisipasi warga (aspek no 2).

Adrianus membuktikan dengan memiliki saluran komunikasi dan bisa melaporkan ke RuaiSMS, dia memiliki kekuatan memaksa pemda dan PT BPK menjadi transparan dan bertanggung jawab mengikuti ketentuan hukum (aspek no 3). Media memiliki kekuatan atau power, ketika terhubung dengan RuaiTV Adrianus bisa mengakses power itu untuk memaksa pemda dan perusahaan transparan dan bertanggung jawab.

Saat Adrianus melapor ke RuaiSMS dan laporan Adrianus muncul di news-ticker layar TV, SMS dari Adrianus juga diterima para pejabat di Kalbar, dampaknya memunculkan laporan Adrianus mendapat perhatian dari para pejabat pemda di Kalbar. Ketika terhubung ke media, Adrianus memiliki akses ketemu dengan petinggi PT BPK atau Pemda Kalbar (aspek no 4). Adrianus bisa bernegosiasi dengan manajemen PT BPK, menuntut haknya.

RuaiSMS juga memunculkan perdebatan di antara warga yang berkepentingan akan kasus yang diangkat Adrianus, memunculkan musyawarah (aspek no 5) dan keputusan sesuai dengan keinginan dan hak Adrianus dan kelompok adat yang dipimpinnya (aspek no 6 dan no 7) yaitu meminta hak mereka akan lahan adat menjadi lahan plasma.

Setelah publik mengetahui kalau Adrianus itu menjadi “bagian” dari RuaiTV, mendorong warga lainnya terbuka. Adrianus mudah berhubungan dengan para pejabat di daerah. Suara Adrianus dan kelompoknya terdengar dan didengar. Warga yang terabaikan menjadi ter-empower oleh media.

Harusnya praktik citizen journalism – apa pun terjemahannya dalam bahasa Indonesia – meningkatkan aspek demokrasi kerakyatan. Ketika praktik citizen journalism memenuhi persyaratan yang diajukan Banda, terjemahan yang tepat adalah “jurnalisme rakyat.”

Referensi:

  1. Banda, Fackson. 2010. Citizen Journalism & Democracy in Africa: An Exploratory Study. Grahamstown: Highway Africa
  2. New Mobile SMS Service Helps Indonesian Villagers Hold Company Accountable – https://www.icfj.org/news/new-mobile-sms-service-helps-indonesian-villagers-hold-company-accountable
  3. Berjuang dengan Senjata SMS – https://communitymedia4change.wordpress.com/2013/01/22/berjuang-dengan-senjata-sms/

Post Comment