BATU – Beragam pengalaman bermedia sosial keluar dari pengakuan para peserta dialog lintas agama bertajuk Bergaul Sehat dan Akrab dengan Media Sosial. Sekitar 50an peserta datang dari perwakilan Buddha, Hindu, Protestan, Islam, dan Katolik.
Para peserta sebelumnya dibagi dalam enam kelompok untuk berbagi pengalaman pribadi dalam bermedia sosial. Dalam sharing itu ada satu pengakuan yang menonjol dari salah satu peserta perempuan. Dia pernah menjadi korban pelecehan seksual dari seorang jejaringnya di medsos. Sejak itu dia tak pernah lagi membuka media sosialnya.
Dalam diskusi itu, Andreas Wicaksono, jurnalis CNN Indonesia yang juga anggota AJI Surabaya, sebagai pemateri mengungkapkan layaknya berkendara, bermedia sosial juga tidak aman dan memiliki risiko. Itu mengutip Ketua Herlambang Perdana, Ketua HRLS (Human Rights Law Studies). Pasalnya merujuk rilis ICJR (Institute for Criminal Justice Reform), POLRI menerima sekitar 2.700 laporan terkait pelanggaran UU ITE sepanjang 2017.
SAFENET (South East Asia Freedom of Expression Network) bahkan mencatat ada 235 netizen yang terjerat UU ITE sepanjang 2008 hingga 2018. Pasal yang kerap digunakan untuk menjerat netizen adalah pasal 27 UU ITE (melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik) yang biasanya juga dijerat dengan pasal 310 dan 311 KUHP (tentang pencemaran nama baik).
Tapi meski tak aman, warganet hendaknya membekali diri sehingga tidak celaka. Sama halnya dalam safety riding yang jika diterapkan, pengandara bisa mengurangi resiko celaka di jalan.
“Kita harus paham dulu apa risiko sebuah unggahan di medsos. Tanpa disadari, kita tidak mungkin siap dengan segala konsekuensinya” tutunya di diskusi itu.
Salah seorang peserta mengaku baru mengatahui risiko bermedia sosial cukup berat, yaitu bisa dipenjara. Ini terbukti dari data yang merujuk sejumlah lembaga masyarakat seperti SAFENET dan ICJR.
“Saya tidak menyangka risikonya demikian besar. Meski kaget saya tidak takut tapi semakin sadar bahwa apa yang kita akan lakukan mengandung sejumlah konsekuensi,” kata Suster Sisilia, SSpS usai acara.
Romo Martinus Manaik, O.Carm mengatakan acara ini bagus karena dihadiri orang-orang muda yang akrab dengan media sosial sehingga bisa berlaku etis dalam bermedsos. Diskusi ini diadakan di biara Novisiat SSpS “Maria-Yosefa”, Batu pada Sabtu, 14 April 2018.