Satu persatu para peserta pelatihan Video Jurnalistik memaparkan pengalaman mereka memroduksi video. Ada yang format berita, ada pula yang vlog. Dari 13 topik yang diusulkan, lima orang peserta mengumpulkan karyanya. Mereka adalah:
Himawan (dosen): CFD Berpolusi
Andri (mahasiswa): Yulius Koster Gereja
Bima (mahasiswa): Mengenal Camera Pro
Tio (mahasiswa): Safety Riding
Tris (mahasiswa): Kuliner Seblak
Dari lima karya itu, hanya satu orang yang tidak hadir memresentasikan karyanya, yaitu Tris.
Karya-karya ini dubuat selama satu pekan usai mendapat teori jurnalistik televisi pada 20 Januari 2018. Presentasi ini dilakukan pada 27 Januari 2018 di kampus Widya Mandala, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Surabaya.
Secara umum, para jurnalis masih berusaha beradaptasi dengan pengambilan gambar yang memenuhi standar televisi dan jurnalistik. Ini terlihat dari karya jadi yang sudah diedit. Karya jadi selanjutnya disebut piece/ berita.
Jurnalis juga masih sangat awam dalam mengedit gambar. Ala bisa karena biasa. Mereka akan andal ketika terus berlatih. Semua tentunya kembali ke minat masing-masing jurnalis. Tapi dari form isian yang sudah diisi sebelum pelatihan, rata-rata menyampaikan minatnya pada jurnalisme video. Semoga berlanjut pada produksi karya-karya lain yang tak kalah dasyat.
Sebagai jurnalis pemula, berita2 yang terkumpul tidak bisa dibilang gagal karena sifatnya masih mencoba. Masih mencicipi keterapilan baru. Berbeda jika mereka sudah paham jurnalisme TV dan sudah bertahun melakukannya.
Dari kelima karya itu, berita milik Tris dinilai paling asik ditonton. Karena disampaikan secara runtut dengan gambar yang lengkap. Gambar makanan seblak ada, proses pembuatan, dan lokasi. Dalam video ini, Tris juga melakukan PTC yang bahkan belum mendapatkan materi itu. Ini istimewa karena berani mencoba tanpa takut salah.
Meski masih ada yang perlu diperhatikan seperti dubbing yang banyak poping (suara gemuruh) karena mulut terlalu dekat dengan mic. Juga gambar seblak dalam mangkuk yang seharusnya diletakkan di awal, malah berada di tengah.
Adapun empat karya yang lain tidak fair jika dibilang hancur. Karena masih taraf belajar dan mencoba. Ring Fokus justru mengapresiasi para jurnalis yang sudah berusaha sekuat tenaga dan meluangkan waktu untuk liputan.
Tidak ada liputan yang mudah. Yang ada adalah liputan itu dilakukan dengan etika atau tidak. Verifikatif atau tidak. Dan kelimanya melakukan praktek jurnalistik dengan etika.
Komunikasi dengan redaktur atau koordinator liputan sangat penting. Mereka berhak tahu mengenai kendala apapun yang dihadapi jurnalis di lapangan. Adalah tugas mereka untuk memberi pertimbangan sehingga jangan sampai liputna yang sudah dirancang berahir pupus.
Berita ini mengutip laman Ring Fokus