Sejumlah mahasiswa dengan yakin mengacungkan tangannya tanda kesediaan menjadi jurnalis dalam diskusi usai nobar film Di Balik Frekuensi karya Ucu Agustin. Kesediaan ini membuat Andreas WIcaksono, Anggota AJI Surabaya yang hadir dalam diskusi itu berbesar hati.
Betapa tidak, dalam film itu semua tahu bahwa terungkaplah kepentingan pemilik media yang menyetir kebijakan redaksi. Tapi para mahasiswa ini mengajukan diri untuk dipercaya sebagai jurnalis yang idealis menjalankan profesi secara etis dan profesional.
Dalam diskusi yang diadakan di lorong di FISIP UNAIR mencoba menguak apa yang terjadi di balik berita. Fenomena suap yang disebut amplop masih mendominasi kehidupan jurnalis hingga saat ini. Kesejahteraan jurnalis dan kebiasaan menerima amplop menjadi dua contoh mengapa budaya amplop sulit hilang. Ditambah kebutuhan narasumber untuk nampang di media menjadikan amplop dianggap sebagai “simbiosis mutualisme” antara jurnalis dengan narasumber.
Diungkap juga pentingnya serikat pekerja di media untuk memerjuangkan kesejehateraan tidak saja jurnalis tapi seluruh pekerja media termasuk OB dan Satpam. Serikat pekerja membuat para pekerja media menjadi kuat. Nobar ini diadakan IMKI SMST (Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia cabang Surabaya Madura Sidoarjo Tuban) di Universitas Dr. Soetomo, Ubhara, dan Universitas Airlangga.