AJI Surabaya Gelar Digital Forensic Training untuk Jurnalis Surabaya dan Madura

Pentingnya kemampuan dasar keamanan digital untuk mengantisipasi serangan digital akibat karya jurnalistik

SURABAYA – Mengantisipasi maraknya serangan digital kepada awak media, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Surabaya menggelar Digital Forensic Training for Journalist pada Sabtu, 4 Februari 2023. Pelatihan ini diikuti oleh anggota dari Surabaya, Sidoarjo, Sampang, dan Sumenep, dengan dukungan AJI Indonesia, International Media Support (IMS), dan Fakultas Hukum Universitas Katolik Darma Cendika (UKDC) Surabaya.

Selama sehari penuh, para peserta diajak mendiskusikan berbagai topik mengenai pedoman keamanan dalam berperilaku ketika terkoneksi dan berada di dunia digital. Mulai bagaimana melindungi data-data pribadi, menilai digital hygiene (kebersihan digital), menyamarkan jejak digital, hingga praktik berkomunikasi dengan aman menggunakan enkripsi dan teknik penyandian.

Ketua AJI Surabaya, Eben Haezer, mengungkapkan pentingnya pelatihan ini bagi pekerja media. “Risiko bekerja sebagai jurnalis semakin menantang, dengan kecenderungan makin banyaknya serangan digital yang dilancarkan karena ketidaksukaan terhadap karya berita. Khususnya anggota AJI Surabaya,” ujarnya.

Selain itu, pelatihan ini juga dapat membekali anggota AJI sebagai bagian dari warga digital agar tidak mudah menjadi korban serangan digital. Terlebih, di tengah lemahnya jaminan atas perlindungan data pribadi di Indonesia selama ini.

Meski belum pernah mengalami serangan digital, salah satu peserta asal Madura, pelatihan ini menjadi pengingat agar memperhatikan jejak digital karena berkaitan dengan profesi. Termasuk aktivitas media sosial dan memperkuat keamanan email yang dimiliki. “Materi jejak digital dapat membuka pikiran saya agar tidak sembarangan mendownload aplikasi termasuk sembarangan menggunakan WiFi publik,” kata Anis Billah.

Perusahaan media dan jurnalis perlu memperhatikan keamanan dan kebersihan perilaku di dunia maya

Berdasarkan Data Kekerasan Tim Advokasi AJI Indonesia (https://bit.ly/3YrWC2n), sepanjang tahun 2022 terdapat 15 serangan digital terhadap jurnalis maupun situs media. Ditambah pada awal tahun 2023, portal Tribun Network mengalami peretasan usai mengunggah berita mengenai kasus tambang pasir ilegal.

Untuk mengantisipasi serangan-serangan digital lainnya, perusahaan media juga harus mengambil peran untuk memperkuat sistem keamanannya dari serangan eksternal. Tak hanya itu, dari sisi internal, awak media juga perlu sadar (aware) dalam berperilaku di dunia maya. Apalagi di era sekarang, seseorang niscaya tidak memiliki akun/identitas digital.

Sebab, kebersihan digital (digital hygiene) berkaitan dengan mindset seorang jurnalis memandang eksistensi dirinya di dunia nyata dan digital. “Di dunia nyata, kita paham betul bagaimana menjaga kebersihan fisik demi kesehatan fisik. Nah, mengapa tidak diterapkan juga pada diri kita di internet?” kata Artika Farmita, kordinator Divisi Internet AJI Surabaya.

Berkaca dari kasus-kasus sebelumnya, serangan digital terhadap jurnalis tak lepas dari perilaku secara personal dalam memandang keamanan dirinya. Misalnya, menggunakan satu email untuk urusan personal maupun profesional, tidak menerapkan password yang kuat pada setiap gawai yang digunakan, tidak menerapkan 2FA (two-factors authentication) pada semua akun, atau membiarkan mesin peramban merekam login akun individu pada komputer bersama di kantor.

“Alih-alih pakai teknologi canggih. Perilaku-perilaku ‘jorok’ dalam berdunia maya ini memudahkan kerja oknum yang ingin meretas suatu media karena jurnalisnya sendiri tidak aware,” tuturnya.(*)

Post Comment