Bertepatan dengan Hari Literasi Internasional, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) kota Surabaya menggelar Nobar Karya dan Diskusi pergulatan jurnalis warga penyandang tunanetra, Sabtu, 8 September 2018.
Acara bertajuk “Aku Berkarya Dalam Gelap” ini mendatangkan Sugi Hermanto, tunanetra asal Surabaya yang sedang merintis pengalaman menjadi jurnalis warga. Sejumlah karya video jurnalistik Sugi, sudah terpublikasi di channel Youtube Mlaku Mlaku yang dikelolanya sendiri.
“Di Jawa Timur, umumnya tunanetra cuma bekerja sebagai tukang pijat, musisi, atau guru. Nah, sekarang saya coba untuk memulai tunanetra menjadi jurnalis warga,” kata Sugi.
Pria kelahiran 1983 yang sejak kecil mengalami low vision ini mengatakan, bukan hal mudah bagi tunanetra untuk menjadi video journalist. Namun dukungan teknologi telah membuat beberapa hal yang semula sama sekali tak bisa dikerjakan, kini menjadi bisa untuk dilakukan.
“Teknologi telah memperkecil kesenjangan antara difabel dan non-difabel,” sambungnya.
Dalam diskusi tersebut, Sugi menceritakan perjuangannya menjadi video journalist. Dengan kondisi low vision yang dia alami, gambar-gambar yang telah dia ambil menggunakan handycam, harus dia lihat dari jarak yang super dekat untuk mengetahui hasilnya.
Belum lagi ketika memasuki proses editing video, matanya harus menatap layar komputer dalam jarak yang luar biasa dekat pula.
“Kalau ngedit, biasanya butuh 2 sampai 3 hari. Tetapi paling lama, ada juga yang sampai seminggu,” imbuhnya.
Miftah Faridl, ketua AJI Surabaya mengatakan, kemunculan Sugi dan karya-karyanya adalah angin segar bagi perkembangan jurnalisme warga serta bagi disabilitas.
Menurut dia, media-media arus utama yang ada saat ini, kurang memberi ruang terhadap para disabilitas.
“Karena itu dengan terjunnya mas Sugi ke dunia citizen journalism, membuka peluang untuk para penyandang disabilitas untuk menyuarakan hak-hak mereka sendiri,” ujar Faridl.