SURABAYA – Terprovokasi, itulah kata yang keluar dari mulut beberapa peserta usai nonyaksikan film dokumenter Asimetris di ruang pertemuan c2o Library & Collabtive, Kamis (15/3/2018). Nonton bareng layar tancap ini diinisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, c2o Library & Collabtive dan Kontras Surabaya.
Hampir seratusan orang mengikuti rangkaian nonton bareng disambung dengan diskusi dengan pemantik Ketua AJI Surabaya, Miftah Faridl. “Ada beragam motif yg membuat kawan-kawan mau datang. Tapi yang pasti, Dandhy dan kawan-kawannya berhasil ‘memaksa’ kita menyisihkan waktu untuk datang ke mari, berkumpul dan nobar,” ujarnya.
Warga Surabaya antusias menyaksikan Asimetris. Ruangan pertemuan c2o Library tak mampu menampung semua peserta. Beberapa dia antara mereka menyaksikan film dari luar ruangan. Mereka berasal dari berbagai latar belakang, pekerja, mahasiswa, aktivis sampi dosen.
Faridl menggarisbawahi bahwa Asimetris merupkan film dokumenter dan bukan produk jurnalistik. Namun, pendekatan yang dilakukan Dandhy dan kawan-kawannya, syarat dengan metode jurnalistik. Ada jurnalisme data sampai advokasi. Bahkan karya ini lebih jujur dari media massa mainstream dalam menyajikan isu soal industri sawit,” tambah Faridl.
Ia berharap, apa yang dilakukan Dandhy, Ucok dan belasan videografer yang terlibat pembuatan Asimetris menjadi pemantik bagi siapa saja untuk menghasilkan karya independen yang menyuarakan kelompok yang termarjinalkan. Pasalnya, isu-isu tersebut sulit menembus ruang redaksi media mainstream.
“Saya bisa katakan karya Asimetris adalah ikhtiar para jurnalis warga untuk menyampaikan dampak dari industri sawit. Tapi sekali lagi, ini bukan soal sawit saja. Ada banyak isu kelompok yang termarjinalkan yang ada di sekitar kita. Informasi dan fakta sudah tidak bisa lagi dimonopoli media maisntream. Asimetris menjadi bukti argumen itu,” tegasnya.
Beberapa peserta nobar mengaku terinspirasi film ini untuk menjadi bahan perkuliahan. Tujuannya, agar mahasiswa tidak gagap melihat realitas ketidakadilan di Indonesia. Yang lain, menganggap film ini sebagai medium pencerahan bagi komunitas-komunitas yang ada di seluruh Indonesia.
Asimetris diproduksi Watchdoc sebagai film ke sembilan dari Ekspedisi Indonesia Biru. Film dokumenter ini memotret fakta dampak industri sawit dari Sumatera, Kalimantan sampai Papua. Dandhy juga melibatkan videografer dari berbagai daerah untuk terlibat dalam pembuatan film. Hasilnya, sebuah film dokumenter syarat ‘provokasi’ bagi penontonnya untuk memikirkan satu kalimat ‘ada harga yang harus dibayar.’