Pemecatan sepihak yang dilakukan PT MNI yang menaungi koran Sindo, bisa menjadi peringatan keras bagi semua buruh media. Jika dicermati, akan ada beragam pesan yang disampaikan dalam musibah itu. Antara lain, pentingnya pembentukan serikat pekerja, pembuatan Perjanjian Kerja Bersama, bahkan pemahaman mengenai hak-hak karyawan. Hal itu diungkapkan Miftah Faridl, Ketua AJI Surabaya, dalam diskusi jurnalistik berjuluk Rasan-rasan Serius, Ketika Buruh Media (Cetak) di Ujung Tanduk, di Lodji Besar, Koffie & Djamoe, Surabaya.
Faridl juga menguraikan sebenarnya pihak yang paling kejam terhadap jurnalis dan pekerja media adalah manajemen media itu sendiri. Jika politisi, Polisi, TNI, atau narasumber memukul jurnalis, itu masuk akal karena mereka punya kepentingan. Yaitu citra yang harus dijaga. Tapi ini terbalik. Justru manajemen yang seharusnya melindungi jurnalis sebagai karyawannya, malah “membunuh” dengan keputusan-keputusan yang tidak sesuai aturan. Contoh yang paling nyata adalah pemecatan sepihak kepada karyawan Sindo.
Seperti diketahui, PHK disampaikan manejemen kepada karyawan melalui surat yang dikirim ke masing-masing karyawan pada malam takbiran. Atas perlakuan ini para keryawan tidak terima dan mendesak manajemen memenuhi hak-hak mereka sesuai peratiran yang berlaku. Peraturan yang dimaksud adalah PMTK (Peraturan Menteri Ketenagakerjaan).
Tarmuji, ketua Paguyuban Karyawan Sindo, yang hadir sebagai salah satu narasumber dalam diskusi Sabtu (15/7) menegaskan, para karyawan bersedia diPHK asalkan mendapat pesangon sesuai aturan, yaitu dua kali PMTK. Mereka mengaku akan terus memerjuangkan hak-hak mereka.