Berikut isi surat tanggapan AJI Surabaya ke Pemkot Surabaya. Format PDF dan foto surat Pemkot Surabaya juga kami sertakan.
Dengan hormat,
Semoga Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan jajarannya mendapatkan kesehatan dan kemudahan dalam menjalankan tugas sehari-hari. Bersamaan dengan surat ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya memberikan sikap dan tanggapan atas terbitnya surat perihal pendaftaran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan dari kalangan wartawan.
Ada tiga aspek yang kami lihat dalam program PBI BPJS Kesehatan ini. Pertama, aspek penggunaan APBD yang seharusnya untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat, bukan wartawan. Ya, wartawan juga bagian dari rakyat. Namun yang harus diingat, wartawan terikat Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang disahkan Dewan Pers.
Kedua, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS Pasal 15 ayat (2), berbunyi: “Setiap perusahaan (pemberi kerja) diwajibkan untuk mendaftarkan seluruh karyawannya menjadi perserta BPJS kesehatan tanpa terkecuali..”. Aspek kedua jelas menyebutkan, tugas melindungi kesehatan para wartawan adalah perusahaan media tempat mereka bekerja.
Tugas pemerintah kota adalah memastikan perusahaan media itu menjalankan kewajibannya sesuai dengan undang-undang. Kalau tidak dilakukan, pemerintah kota harus mengambil tindakan yang sudah diamanatkan oleh UU. Sehingga jelas, pembayaran iuran BPJS ini bukanlah kewenangan Pemerintah Kota Surabaya.
Ketiga, aspek keprofesian yang tertuang dalam Kode Etik Jurnalistik, Pasal 6, berbunyi: “Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap”. Dalam penjelasan pasal, suap ini berarti uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi. Setiap wartawan wajib menaati Kode Etik Jurnalistik sesuai pasal 7 ayat 2 UU Nomor 40 tahun 1999 Tentang Pers.
Pemberian fasilitas ini jelas berdampak pada independensi, profesionalitas dan integritas para wartawan. Pembayaran iuran ini tidak sepatutunya diberikan kepada seorang jurnalis atau wartawan. Mengingat, anggaran yang digunakan oleh Pemerintah Kota Surabaya bersumber dari APBD Kota Surabaya. Dan eksekutornya adalah pemerintah kota yang juga menjadi narasumber para wartawan.
Sikap yang sama juga kami berikan atas program undangan plesiran ke berbagai negara bagi para wartawan. Kami melihat, tidak ada relevansi dan urgensi uang rakyat miliaran Rupiah dihamburkan untuk memberangkatkan puluhan wartawan bepergian ke luar negeri.
Dua program ini, pembayaran iuran BPJS dan plesiran ke luar negeri, kami nilai sebagai gratifikasi kepada profesi wartawan.
Kami berharap, Pemerintah Kota Surabaya ikut menjaga marwah dan kehormatan jurnalis/ wartawan dengan tidak memberikan imbalan atau lainnya dalam bentuk apapun. Niat baik tidak selalu baik bagi profesi wartawan. Pasalnya, kita terikat Kode Etik Jurnalistik yang harus ditaati juga oleh semua individu dan lembaga lain di luar kewartawanan.
Demikian surat ini kami buat. Semoga menjadi Pemerintah Kota Surabaya juga menjadikan Kode Etik Jurnalistik dan UU Nomor 40 tahun 1999 Tentang Pers, sebagai pedoman berinteraksi dengan jurnalis/ wartawan. Terima kasih.
Hormat kami,
Prasto Wardoyo (Ketua AJI Surabaya)