SIARAN PERS: LBH LENTERA DAMPINGI GHINAN

Polisi Harus Gunakan UU Pers

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lentera memberikan pendampingan hukum kepada wartawan Radar Madura (Jawa Pos Group), Ghinan Salman, yang mengalami kekerasan oleh sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Dinas PU Bina Marga dan Pengairan, Kabupaten Bangkalan.

Bantuan hukum ini diberikan setelah Ghinan yang merupakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, menilai kasus yang membelitnya tidak ditangani sebagaimana mestinya oleh penyidik Polres Bangkalan. Polisi menganggap kasus ini pidana umum, sehingga enggan menerapkan UU Nomor 40/1999 tentang Pers.

“Kami menilai kasus ini seharusnya ditangani secara profesional. Ghinan mengalami kekerasan saat menjalankan tugasnya sebagai jurnalis. Dan seorang jurnalis dilindungi hukum saat bekerja. Artinya, kasus ini merupakan domain UU Pers,” ujar Salawati Taher, anggota tim LBH Lentera, Senin (26/9).

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Surabaya itu mengatakan, penggunaan pasal-pasal dalam KUHP untuk kasus ini tidak tepat. Karena itu, Salawati dan anggota tim lain, Yonahes Dipa Widjaja mendatangi Polres Bangkalan untuk menindaklanjuti kasus ini. Ia merujuk pada memorandum of understanding (MoU) antara Polri dan Dewan Pers yang ditandatangani pada 2012.

Dalam kesepakatan bersama itu, ditegaskan bahwa semua kasus yang berkaitan dengan sengketa pers, diselesaikan menggunakan UU Pers. Menurut Salawati, kasus Ghinan termasuk dalam kesepakatan itu. “Kami berharap kasus ini bisa ditangani sesuai UU. Kepolisian harus menggunakan UU Pers. Kita ingin berdiskusi dengan penyidik,” kata Salawati.

Sementara itu, Ketua AJI Surabaya, Prasto Wardoyo, menyayangkan sikap perusahaan media tempat Ghina bekerja, yang tidak menindaklanjuti kasus ini secara serius. Padahal, perusahaan wajib meberikan pemdapingan hukum dan berkoordinasi dengan Dewan Pers serta organisasi keprofesian wartawan.

“Sesuai aturan Dewan Pers, Pembelaan yang berperspektif korban dinyatakan Dewan Pers dalam Peraturan Dewan Pers No 1/Peraturan-DP/III/2013 tentang Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan. Dalam kasus Ghinan, aturan itu tidak dijalankan,” ungkap Prasto.

Lambatnya pendampingan ini membuat kasus ini tidak ditangani dengan tepat. Dampaknya, polisi menggunakan pasal dalam KUHP. Dia menduga, tidak ada penjelasan dari perusahaan tempat Ghinan bekerja dan organisasi kewartawanan di Bangkalan soal bagaimana penyelesaian dalam sengketa pers.

Prasto menilai, bila kasus ini tidak diselesaikan dengan UU Pers, maka akan menjadi preseden buruk dalam kebebasan pers nasional. Mengingat, pada kasus serupa, tidak satu pun yang diselesaikan menggunakan UU Pers. Bagi AJI, keadaan ini sangat mengkhawatirkan, mengingat pelaku kekerasan adalah aparat negara.