SURABAYA, Menutup lokalisasi itu persoalan gampang, tapi menutup praktek pelacuran itu yang susah. Artinya, meski lokalisasi ditutup tidak akan menjamin praktek pelacuran akan hilang.
Sinyalemen itu dilontarkan Yoris Misa Lato, Direktur Yayasan Embun, Hal itu memungkinkan karena saat ini para PSK ini sangat mudah berkomunikasi dengan pelanggannya seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi seperti media online facebook atau ponsel.
Kalau itu terjadi, bisa dipastikan pemerintah akan sulit melakukan tindakan pencegahan dan penyebaran penyakit kelamin seperti virus HIV/AIDS.
Terkait rencana pemkot yang akan menampung para PSK ke dalam rumah susun dan memberikan lapangan pekerjaan dengan membuka pasar di bawahnya, menurut saya itu sah-sah saja.
Tapi pemkot juga harus melihat bahwa masalah pelacuran ini bukan karena faktor ekonomi semata. Ini ada keterkaitan dengan sistem sosial masyarakat patriarki, gender, ketimpangan relasi, stigma dan diskriminasi,” urainya panjang lebar.
Mereka ini sudah terlanjur masuk. Butuh kekuatan besar untuk mengentaskan mereka dari sini karena ini berkaitan dengan perubahan perilaku mereka. Dan itu hanya bisa dilakukan dengan pendekatan secara komprehensif.
Diambil dari pengalaman, paling tidak untuk penyadaran agar mereka mengubah perilaku ini butuh 21 kali pertemuan rutin. Kalau hanya sekali diberi nasehat, saya pastikan akan mereka anggap angin lalu.
Faktor yang paling penting untuk penyadaran ini adalah ajaklah mereka untuk berpikir bahwa tubuh itu bukan alat ataupun komoditas.
Jika pemkot tergesa-gesa menutup lokalisasi tanpa memperhatikan faktor-faktor ini, ya harus siap-siap menerima konsekuensi logis dari itu semua. Dimana penyebaran pelacuran semakin tak terkontrol sehingga menyulitkan identifikasi dan pencegahan dari dampak-dampak yang ditimbulkan.