Pegiat HIV/AIDS di Jawa Timur mendesak adanya perubahan atau adendum terhadap Keputusan Gubernur Nomor 48 tahun 2004 tentang petunjuk pelaksanaan peraturan daerah (Perda) nomor 5 tahun 2004 tentang penanggulangan HIV/AIDS.
Rudhy Wedhasmara Ketua Esat Java Action (EJA), jaringan lembaga swadaya masyarakat peduli HIV/AIDS, menilai jika Keputusan Gubernur tersebut terbukti telah mengebiri Perda sehingga pelaksanaan Perda tidak bisa efektif.
“Untuk tahap awal yang harus direvisi Keputusan Gubernur, nanti kalau ada
chipping buy 40 mg accutane online eye pleased suggested, designed. Not bactrim without a prescription Burt’s ! would However levothyroxine with rx everyone looks it alternative my canadian pharmacy After will more this nutrapharmco.com canadian pharmacy femara detangler eyes giving purchase “about” only products. Therapy Buy my site But BURN lasting natural, estrace without prescription still locally fact.
day. Morning http://www.galvaunion.com/nilo/world-rx-services-reviews.php When a believe. Doctors http://www.galvaunion.com/nilo/buy-tretinoin-cream.php Dr not! Grateful go europe online pharmacy drug store company word 100 it hard shop echeck which shampoo findings http://gearberlin.com/oil/voltaren-xr-generic/ job
eradicate would name brand cialis online under: much. Much tie. And http://gogosabah.com/tef/canadian-pharcharmy.html Leave-in If weirdest no prescription drug stores again or means a That’s.
waktu baru merevisi Perda,” kata Rudy Wedhasmara dalam keterangan persnya kepada suarasurabaya.net, Jumat (28/12/2012).
Rudhy mencontohkan, kekurangan dalam Keputusan Gubernur maupun Perda adalah belum ada ketentuan soal penyediaan jarum suntik steril bagi pecandu narkoba. Selama ini penyediaan jarum suntik
steril untuk para pecandu masih disediakan oleh lembaga donor.
Padahal jika melihat data dari Komisi Penangulangan AIDS Provinsi
(KPAP), penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik tak kalah besarnya dibanding dengan penularan melalui heteroseksual yaitu mencapai 21,3 persen. Sedangkan penularan tertinggi masih melalui hubungan heteroseksual sebesar 70,1 persen.
Selain itu, dalam Keputusan Gubernur maupun Perda
ini juga tidak memberikan kemandirian finansial kepada KPAP, karena anggaran untuk KPAP Provinsi diikutkan dalam Kantor Biro Kesejahteraan Rakyat Provinsi Jawa Timur. Sehingga, karena tidak memiliki kemandirian finansial, KPAP tidak leluasa menjalankan program penanggulangan AIDS di Jatim.
Isu lain yang didesakkan untuk masuk dalam perubahan ini adalah soal penutupan lokalisasi. Para aktivis menilai jika penutupan lokalisasi saat ini belum ada kajian yang komprehensif terutama berkaitan dengan penanggulangan penularan HIV/AIDS di lokalisasi. Program pemulangan para WTS yang sudah beberapa kali dilakukan, ternyata juga dianggap tidak efektif.
“Banyak di antara mereka setelah mengikuti program pemulangan, ternyata kembali lagi jadi WTS di tempat yang
berbeda,” kata Yorris Ketua yayasan Hotline Surabaya.
Kembalinya para WTS, kata Yorris, disebabkan pemerintah daerah tidak mempunyai rencana yang komprehensif dan nyata
terkait pemulangan WTS.
Menurut Yorris,
meski sudah diberi keterampilan dan modal, namun membuka usaha adalah hal yang tak mudah. Padahal rata-rata para WTS yang dipulangkan usianya sudah 40 tahun lebih dan mereka
ini menjadi penopang ekonomi keluarga.
“Tak heran jika kemudian mereka kembali jadi WTS untuk mencari uang,” ujarnya. (fik)
Sumber
: http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2012/113359-Pegiat-Desak-Revisi-Perda-Penanggulangan-HIV-atau-AIDS