Rakyat Inginkan Capres Berani Suarakan Isu Minoritas

Ilustrasi
Ilustrasi

JAKARTA – Kendati sudah muncul banyak nama yang mencalonkan diri sebagai calon presiden pada Pemilu 2014 nanti, tapi belum ada satu pun yang berani menyuarakan isu minoritas karena takut divonis publik. Padahal masyarakat dewasa ini sudah melek toleransi.

Demikian disampaikan peneliti Lingkaran Survei Indonesia Adjie Alfaraby dalam refleksi akhir tahun Yayasan Denny JA dan LSI Community dengan tema “Dicari Capres 2014 yang Melindungi Keberagaman,” di kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (23/12/2012).

“Belum ada satu pun capres yang secara terbuka berani karena takut akan dihukum publik. Karena publik lebih setuju pada capres yang punya tendensi pada mayoritas. Padahal publik mayoritas menginginkan capres yang concern dengan agama,” ujar Adjie seperti dilansir tribunnews.com.

Merujuk survei LSI 14-17 Desember 2012, setidaknya 87.6 persen publik berharap capres 2014 adalah figur yang memiliki komitmen melindungi keberagaman seperti Bung Karno dan Gusdur. Karena peran presiden berpengaruh membuat frekuensi kekerasan diskriminasi mengecil atau membesar.

Adjie mengakui harapan masyarakat untuk mengangkat isu ekonomi utamanya kesejahteraan lebih dapat mengangkat elektabilitas seorang capres daripada isu minoritas. Namun hasil survei menunjukkan masyarakat Indonesia sangat setuju tidak ada diskriminasi.

Ia mencontohkan, gaya kampanye Presiden Barrack Obama yang mengangkat isu pernikahan sesama jenis. Meski awalnya cukup kontroversial, ternyata kampanye Obama sesuai dengan anggapan publik yang setuju isu ini. Sehingga capres 2014 tak perlu khawatir angkat isu minoritas.

Setidaknya 88,84 persen responden menilai agama mana pun harus diperlakukan sama, dan hanya 9,16 persen yang menilai bahwa pemeluk agama mayoritas harus diperlakukan istimewa. Sementara sebanyak 2,01 persen lainnya menjawab tidak tahu.

Selain itu, sebanyak 93,04 persen responden juga menilai suku atau etnis mana pun harus diperlakukan sama. Hanya 5,22 persen yang menilai warga dari suku mayoritas harus diperlakukan lebih istimewa, dan sisanya 1,74 persen menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.

Survei LSI di atas menggunakan multistage random sampling lewat instrumen quick poll LSI. Survei ini menggunakan 440 responden di semua provinsi di Indonesia, dengan margin error +/-4.8 persen.

sumber: tribunnews.com